KITAB KAPITAYAN
Kitab Kapitayan adalah sebuah konsep spiritual tradisional yang berakar dari kearifan lokal Nusantara, khususnya dalam budaya Jawa. Kapitayan sendiri merupakan ajaran kepercayaan asli masyarakat Jawa yang mengutamakan hubungan manusia dengan Tuhan Yang Maha Esa, yang dikenal sebagai Sang Hyang Tunggal, serta harmonisasi dengan alam semesta. Namun, secara historis, Kapitayan tidak memiliki kitab tertulis formal seperti kitab suci dalam agama-agama besar, melainkan berupa ajaran lisan, tradisi, dan praktik spiritual yang diwariskan turun-temurun.
Berikut adalah beberapa pokok ajaran yang biasanya dikaitkan dengan Kapitayan:
1. Sang Hyang Taya
Tuhan dalam ajaran Kapitayan disebut sebagai "Sang Hyang Taya", yang berarti "hampa" atau "tanpa wujud". Ini mencerminkan konsep keesaan Tuhan yang tidak berbentuk, tidak tergambarkan, tetapi Mahahadir.
2. Sesembahan
Dalam praktiknya, orang-orang Kapitayan memuliakan kekuatan gaib (roh atau energi) sebagai perwujudan kecil dari Sang Hyang Tunggal, seperti:
Sang Hyang Wenang (yang mengatur semesta),
Gunung, pohon besar, atau mata air dianggap sakral karena merupakan simbol energi Tuhan.
3. Ritual dan Simbol
Ritual dilakukan melalui meditasi (semedi), doa, dan sesajen sebagai bentuk komunikasi dan harmonisasi dengan alam.
Pemujaan sering dilakukan di tempat-tempat seperti punden berundak, sungai, atau gunung.
4. Kebajikan Luhur (Kawruh)
Ajaran Kapitayan mengutamakan nilai-nilai kebijaksanaan, seperti menjaga keseimbangan (rukun), menghormati sesama makhluk, dan hidup selaras dengan alam.
Meskipun tidak ada kitab resmi, ajaran ini dapat ditemukan dalam berbagai teks lokal dan peninggalan budaya, seperti Serat Wedhatama, Serat Centhini, atau Babad Tanah Jawi, yang merekam hikmah-hikmah spiritual masyarakat Jawa sebelum pengaruh besar agama-agama Abrahamik.
Komentar
Posting Komentar